Dalam pembangunan gedung di Indonesia, terdapat dua istilah perizinan yang sangat penting dan seringkali membingungkan masyarakat: Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Meskipun keduanya mengatur legalitas bangunan, ada perbedaan fundamental dan peralihan sistem yang perlu dipahami.
Apa itu IMB?
Sebelum berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah dokumen perizinan yang wajib dimiliki oleh pemilik bangunan yang ingin membangun, mengubah, memperluas, mengurangi, atau merawat bangunan. IMB berfungsi sebagai bukti bahwa bangunan yang akan atau telah didirikan memenuhi standar teknis dan persyaratan tata ruang yang berlaku.
IMB bersifat perizinan yang memerlukan persetujuan sebelum konstruksi dimulai. Proses pengurusannya cenderung birokratis dan memakan waktu, seringkali menjadi kendala bagi investor maupun masyarakat umum.
Peralihan ke PBG: Transformasi Perizinan Bangunan
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan aturan turunannya, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, IMB telah diganti dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
PBG adalah perizinan yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan standar teknis bangunan gedung.
Mengapa Terjadi Perubahan dari IMB ke PBG?
Perubahan dari IMB ke PBG didasari oleh semangat penyederhanaan birokrasi dan kemudahan berusaha. Beberapa alasan utamanya adalah:
- Penyederhanaan Proses: PBG dirancang untuk menjadi lebih sederhana dan cepat melalui sistem berbasis risiko dan integrasi dengan sistem Online Single Submission (OSS).
- Pergeseran Paradigma: Dari yang awalnya berfokus pada “izin” (di mana pemerintah memberikan izin sebelum pembangunan), menjadi “persetujuan” (di mana pembangunan bisa dimulai setelah memenuhi standar teknis dan mengajukan persetujuan yang lebih fokus pada kesesuaian teknis dan fungsi).
- Mempercepat Investasi: Dengan proses yang lebih efisien, diharapkan dapat mendorong investasi di sektor konstruksi dan properti.
- Penegakan Standar Teknis: PBG lebih menekankan pada pemenuhan standar teknis bangunan gedung, yang sebelumnya seringkali baru diperiksa secara mendalam setelah IMB terbit.
Proses Pengurusan PBG (Secara Umum)
Pengurusan PBG kini dilakukan melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) yang terintegrasi dengan OSS. Tahapan umumnya meliputi:
- Pengajuan Permohonan: Pemilik bangunan mengajukan permohonan PBG melalui SIMBG, melengkapi data diri, data bangunan, dan dokumen teknis yang diperlukan.
- Pemeriksaan Dokumen Teknis: Tim ahli atau dinas terkait akan melakukan pemeriksaan kesesuaian desain dan rencana teknis bangunan dengan standar yang berlaku.
- Penerbitan PBG: Jika semua persyaratan teknis terpenuhi dan disetujui, PBG akan diterbitkan.
- Pendataan dan Pengawasan: Setelah PBG terbit dan pembangunan dimulai, pemerintah tetap melakukan pengawasan untuk memastikan pembangunan sesuai dengan PBG yang diberikan.
Pentingnya PBG
Memiliki PBG adalah kewajiban hukum bagi setiap pembangunan gedung. PBG tidak hanya menjamin legalitas bangunan di mata hukum, tetapi juga memastikan bahwa bangunan tersebut aman, nyaman, sehat, dan sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan. Bangunan tanpa PBG dapat dikenakan sanksi, mulai dari denda hingga pembongkaran.
Kesimpulan:
Perubahan dari IMB ke PBG adalah langkah penting dalam upaya pemerintah untuk menyederhanakan perizinan dan mendorong pembangunan yang terencana serta sesuai standar. Bagi masyarakat dan pelaku usaha, memahami PBG adalah kunci untuk memastikan setiap proyek pembangunan berjalan lancar dan sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia.
Comments