Hukum perjanjian di Indonesia, yang sebagian besar diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Buku III, mengenal berbagai jenis perjanjian. Secara garis besar, perjanjian dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria:

1. Berdasarkan Bentuknya:

  • Perjanjian Tertulis: Perjanjian yang dibuat dalam bentuk tulisan, baik di bawah tangan maupun akta autentik (dibuat di hadapan notaris atau pejabat berwenang lainnya). Perjanjian tertulis memberikan bukti yang lebih kuat.
  • Perjanjian Lisan: Perjanjian yang dibuat secara lisan berdasarkan kesepakatan para pihak. Meskipun sah, pembuktiannya bisa lebih sulit jika terjadi sengketa.

2. Berdasarkan Sifatnya:

  • Perjanjian Timbal Balik (Wederkerig Overeenkomst): Perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak secara timbal balik. Contoh: perjanjian jual beli, sewa menyewa.
  • Perjanjian Sepihak (Eenzijdige Overeenkomst): Perjanjian yang hanya menimbulkan kewajiban bagi satu pihak dan hak bagi pihak lainnya. Contoh: hibah (tertentu), janji untuk memberikan sesuatu.

3. Berdasarkan Namanya (Nominaat) dan Tidak Bernama (Innominaat):

  • Perjanjian Bernama (Benoemd/Nominaat): Perjanjian yang namanya telah diatur secara khusus dalam undang-undang. Contoh: jual beli (koop), sewa menyewa (huur), pinjam pakai (bruikleen), persekutuan (maatschap), perseroan (vennootschap), hibah (schenking), penitipan barang (bewaargeving), dan lain-lain.
  • Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemd/Innominaat): Perjanjian yang timbul dari kebebasan berkontrak para pihak dan tidak diatur secara khusus dalam undang-undang, namun tetap sah sepanjang memenuhi syarat sah perjanjian (Pasal 1320 KUHPerdata). Contoh: perjanjian leasing, perjanjian franchise, perjanjian joint venture (tertentu).

4. Berdasarkan Timbulnya Kewajiban:

  • Perjanjian Konsensual: Perjanjian yang lahir sejak adanya kata sepakat antara para pihak. Contoh: jual beli (umumnya), sewa menyewa.
  • Perjanjian Riil: Perjanjian yang lahir selain adanya kata sepakat, juga memerlukan penyerahan nyata atas objek perjanjian. Contoh: pinjam pakai (bruikleen), penitipan barang (bewaargeving).
  • Perjanjian Formal: Perjanjian yang lahir selain adanya kata sepakat, juga harus memenuhi bentuk tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang. Contoh: perjanjian jual beli tanah (harus dibuat dalam akta PPAT).

5. Jenis Perjanjian Lainnya:

  • Perjanjian Tambahan (Bijkomende Overeenkomst/Accessoir): Perjanjian yang keberadaannya bergantung pada perjanjian pokok. Contoh: perjanjian gadai, perjanjian borgtocht.
  • Perjanjian Pokok (Hoofdovereenkomst): Perjanjian yang berdiri sendiri.

Penting untuk memahami berbagai jenis perjanjian ini karena implikasi hukum dan persyaratan yang berbeda-beda. Dalam praktik, seringkali suatu perjanjian memiliki karakteristik dari beberapa jenis di atas. Prinsip kebebasan berkontrak di Indonesia memungkinkan para pihak untuk membuat perjanjian di luar jenis-jenis yang telah disebutkan dalam undang-undang, asalkan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Categorized in: